Rabu, 18 Juli 2012


Ya Allah, muliakan & sayangilah saudaraku ini, bahagiakan keluarganya, berkahi rizkinya, kuatkan imannya. Berikanlah kenikmatan ibadahnya, jauhkan dari segala fitnah. amiin. “AHLAN WASAHLAN YA RAMADHAN 1433 H” mohon maaf lahir dan batin.

INDONESIA DILANDA KRISIS KEPEMIMPINAN ?

Tugas Pemimpin adalah mendisain masa depan kemudian menyusun perencanaan pembangunan nasionalnya, menuju kejayaan dan kedigdayaan nasional.
Banyak yang berpendapat, Indonesia sedang dilanda krisis kepemimpinan.  Kiranya benar.  Sikap kita haruslah menolong Sang Pemimpin, agar Negara tidak ambruk.

Dari banyak segi, krisis kepemimpinan ini nampak jelas.  Pemimpin belum nampak melaksanakan cita-cita nasional yang telah menjadi komitmen awal ketika Sang Pemimpin bersumpah sanggup melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin, terutama sumpahnya untuk “…..memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.

Cita-cita nasional di dalam UUD 1945 jelas dan tegas :”…..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social ….”.  Cita-cita nasional ini tidak nampak dipangku menjadi komitmen total dari pimpinan nasional.

Persepsi masyarakat makin solid, krisis kepemimpinan diawali dari Sang Pemimpin tidak decisive, akibatnya menurunkan kredibilitas, trust, wibawa, dan kepatuhan dari segala penjuru, apakah itu dari civil society ataupun dari kelompok yang patut disebut sebagai kaum villains.  Para pembantu pimpinan banyak tidak mampu melaksanakan perintah Sang Pemimpin ataupun miskin kreativitas dan inisiatif, yang mempertajam krisis kepemimpinan ini.  Akibatnya banyak misi tidak terlaksana, missions are unaccomplished.

Krisis kepemimpinan ini berkelanjutan dengan diabaikannya janji-janji kampanye dari segenap pemimpin yang ada, terutama yang menyangkut penegakan hukum, pemberantasan korupsi, pemberantasan kemiskinan dan pengangguran.  Banyak janji hanya muncul sebagai slogan.  Hatoyama mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Jepang, kata pengamat, untuk menjaga agar tidak terjadi krisis kepemimpinan di Jepang berkaitan dengan gagalnya memenuhi janji kampanye (apapun alasannya pasukan AS tetap tinggal di Okinawa).

Jose Ortega y Gasset dalam bukunya La Rebellion de las Masas (dalam bahasa Inggris The Revolt of the Masses), diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dengan judul yang berbeda De Opstand der Horden (Bangkitnya Preman-Preman).  Apa yang ia tulis adalah bila terjadi kevakuman kepemimpinan  ( a vacuum of leadership ) maka akan bangkit preman-preman ikut menduduki kekuasaan Negara, tanpa visi, tanpa misi dan bertengger dalam pemerintahan negara, jauh dari the culture of excellence.

Apa yang telah dikemukakan di atas adalah kepemimpinan sebagai suatu kenegarawanan, suatu pandangan teknosofis bahwa “Tahta adalah untuk Rakyat”. (Disarikan dari Ceramah Sri-Edi Swasono dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II Angkatan II, LAN-RI Bandung, 25 April 2012).