Selasa, 17 Juli 2012

13 Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Korupsi


Inilah 13 Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Korupsi
  1. Kualitas moral dan kualitas karakter manusia yang buruk sehingga mudah tergoda oleh kemewahan korupsi
  2. Perilaku hidup mewah dan hedonisme dengan mengabaikan moral dan agama adalah jalan masuknya bibit korupsi seorang manusia
  3. Modal sangat besar yang dikeluarkan saat menjabat menjadi walikota, gubernur atau presiden. Saat menjabat modal yang besar tersebut sering dikalkulasikan untuk menggantinya saat menjabat.
  4. Lemahnya penegakkan hukum, baik sistem yang ada dan personil pelaku penegakkan hukum baik polisi, jaksa dan hakim
  5. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
  6. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
  7. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  8. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”
  9. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
  10. Politik Biaya Tinggi. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Kekuatan politik sangat tergantung dengan penyimpangan korupsi. Bila ini terjadi kekuatan politik itu dapat bargaining yang kuat untuk mempengaruhi sistem hukum yang ada di Indonesia
  11. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
  12. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
  13. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.

Kenaikan Harga Pangan Jelang Ramadan Jadi Tradisi

SOREANG, (PRLM).- Kenaikan harga di tingkat pedagang terjadi akibat efek berantai spekulasi harga yang dilakukan oleh agen dan distributor. Pemerintah harus bertindak cepat menuntaskan masalah ini. Karena ketersediaan pangan saja tidak cukup, ketika konsumen tidak mampu menjangkau.
Anggota Komisi IV DPR, H. Ma'mur Hasanuddin mengatakan, kenaikan harga bahan pangan menjelang Ramadan seakan jadi tradisi yang tidak bisa diantisipasi oleh Pemerintah. "Seharusnya Pemerintah meningkatkan sensitifitasnya atas kenaikan berbagai kebutuhan pokok selama ini dan tidak boleh mentutup mata dengan disisi lain secara intensif terus memperketat pengawasan pangan secara maksimal," kata Ma'mur dalam rilisnya ke "PRLM", Selasa (17/7).
“Selain terkait kenaikan, Pemerintah juga harus memastikan bahwa bahan pokok yang beredar saat ini harus aman dan terjaga kualitasnya. Karena sesungguhnya masyarakat pada saat bulan Ramadhan perlu mendapatkan pangan yang baik secara kualitas kehalalanya dan kuantitas. Karena disinyalir beberapa pedagang mengedarkan produk pangan yang sudah kadalursa untuk meraih keuntungan semata.”ujarnya.
Dari hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) mengenai produk yang tidak memenuhi ketentuan sejak tahun 2009-2011, paling banyak ditemukan adalah pangan tanpa izin edar. Sementara temuan terkait pangan kedalurasa umumnya lebih banyak di daerah-derah terpencil, seperti misalnya Jayapura, Ambon, Kupang, yang transportasi serta sumber daya manusianya terbatas.(A-71/A-147)***

Tata Niaga Pangan Kurang Efektif

SOREANG, (PR LM).- Harga pangan dan bahan pokok menjelang Bulan Ramadan tahun ini mengalami lonjakan sebulan sebelumnya. Hal ini menandakan tata niaga pangan dan sistem proteksi konsumen pemerintah kurang efektif. Untuk itu, pemerintah harus menindak tegas para pedagang yang melakukan spekulasi harga dan penimbunan barang-barang kebutuhan pokok.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi IV DPR RI Ma’mur Hasanuddin. dalam pernyataannya ke "PRLM", Selasa (17/7). “Kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok seringkali terjadi setiap tahun menjelang bulan suci Ramadan, namun tahun ini ironisnya kenaikan terjadi hampir sebulan sebelum Ramadhan. Fenomena ini menandakan spekulan telah memanfaatkan psikologi konsumen yang diakibatkan rapuhnya tata niaga pangan Pemerintah selama ini," katanya.
Harga sejumlah bahan pangan pokok (sembako) mulai merambat naik, berkisar 5%-20%. Berdasarkan pantauan di tingkat eceran dan pasar tradisional, beberapa komoditas sembako seperti gula pasir, minyak goreng, daging ayam, dan telur ayam, naik dengan persentase bervariasi. Namun ironi diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang menegaskan stok bahan kebutuhan pokok selama bulan puasa hingga Lebaran mencukupi. "Pemerintah hanya mengimbau masyarakat tidak perlu panik dengan kelangkaan. Kenaikan harga yang terjadi di pasar lebih disebabkan karena lonjakan permintaan dan gangguan distribusi.," katanya.
Menurut Ma'mur, kenaikan harga di tingkat pedagang terjadi akibat efek berantai spekulasi harga yang dilakukan oleh agen dan distributor, "Pemerintah harus bertindak cepat menuntaskan masalah ini. Karena ketersediaan pangan saja tidak cukup, ketika konsumen tidak mampu menjangkau,” ujarnya.(A-71/A-147)***