Kamis, 19 Juli 2012
Penguatan Ketahanan Pangan Pemberdayaan Sumberdaya Lahan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Indonesia merupakan negara kepulauan tropika basah pada 6o LU - 11o LS dan 95o BT - 141o BT; jumlah pulau 13.677 pulau, luas daratan 190,4 juta ha, dan panjang pantai 81.497 km. Kawasan tropika basah berada pada 10o LU - 10o LS mengalami panjang hari relatif sama sepanjang tahun, curah hujan tinggi dan singkat, temperatur tinggi, aliran permukaan dan erosi tinggi. Selain itu Indonesia juga memiliki nilai erupsi indek >99% tertinggi di dunia. Pasokan mineral selain berasal dari aktivitas vulkanik juga dapat berasal dari deposit marine di sepanjang pantai. Tingginya daya dukung sumberdaya lahan ini, Indonesia memiliki potensi untuk pengembangan banyak jenis komoditi pertanian, termasuk pertanian tanaman pangan.
Namun masalah yang dihadapi untuk sementara ini bahwa sebagian besar penduduk terjebak pada pengembangan makanan pokok tunggal, yaitu beras yang memerlukan sarana air irigasi yang tinggi. Sementara makanan pokok lokal yang sebelumnya telah menjadi karakter masyarakat justru ditinggalkan dan bahkan sering dianggap seolah-olah menjadi pangan yang rendah nilai sosialnya. Akibatnya pengembangan padi ataupun sistem budidaya monokultur semakin menguat, sehingga mengubah secara drastis keseimbangan ekosistem alam yang pada gilirannya justru akan mengganggu sistem produksi itu sendiri. Kondisi ini akan semakin berat terjadi di Indoensia yang merupakan wilayah megabiodiversity.
Sampai saat ini sumber utama pemasok beras nasional berasal dari P. Jawa yang sementara ini juga mendapat beban sebagai pusat perdagangan dan industri yang tentunya juga membutuhkan dukungan lahan untuk infrastruktur. Akibatnya di P. Jawa terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi lahan untuk jalan raya, bangunan industri, pemukiman, dll. Sedangkan kompensasi pencetakan sawah baru banyak tersedia di luar P. Jawa yang sebagian besar memiliki kesuburan tanah rendah, belum tersedia jaringan irigasi serta sebagian besar berupa pulau-pulau kecil. Pengadaan cadangan air irigasi untuk produksi yang sangat dibutuhkan dalam sistem produkpadi sawah sulit untuk disediakan. Antisipasi pengalihan sumber pangan non beras
untuk meningkatkan ketahanan pangan mendesak untuk segera diupayakan.
Pengembangan keanekaragaman pangan non beras spesifik lokasi selain dapat meningkatkan efisiensi produksi dan juga biaya distribusi. Penganekaragaman pangan juga dapat memberikan dampak positif bagi pengkayaan kualitas produksi pangan yang dikonsumsi masyarakat, sehingga dapat memberikan efek penyanggaan terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan
Sehubungan dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, berada di kawasan cincin api (ring of fire) tropika, dan sebagian besar pulau terbentuk oleh aktivitas vulkanik, sehingga banyak membentuk pulau-pulau kecil dengan bentuk wilayah kerucut dan memiliki 2 musim yang konras. Kondisi ini
mengakibatkan daerah aliran sungai (DAS) sebagai penampung air hujan menjadi sempit dan pendek, sehingga penyanggaan air permukaan menjadi rendah. Pengembangan komoditi padi sawah (beras) sebagai makanan pokok penduduk yang membutuhkan air besar akan banyak mengalami kesulitan. Potensi pengembangan hanya dapat dilakukan pada wilayah-wilayah kepulauan besar (5 pulau besar). Selain itu untuk dapat mendistribusikan beras ke pulau-pulau kecil juga memerlukan biaya yang tidak murah. Bahkan dengan pengembangan tanaman semusim padi sawah monokultur berakar dangkal yang memiliki efisiensi pemupukan rendah (30 – 50%) juga akan terjadi percepatan gangguan keseimbangan hara tanah, sehingga
daya dukung lahan menjadi menurun.
Pengembangan komoditi pangan lokal yang telah menyatu dengan masyarakat setempat dan sesuai dengan daya dukung lahan yang ada penting untuk dilestarikan dan bahkan dikembangkan. Selain itu dengan adanya penganekaragaman jenis komoditi pangan juga dapat menyangga sistem produksi dan ketahanan pangan
yang sementara ini banyak mengalami gangguan akibat adanya anomali iklim yang tidak mampu dipredeksi sebelumnya. Bahkan keaneka ragaman jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan.
Prospek
Sebagai negara megabiodiversity, Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya genetik yang dapat diberdayakan sebagai komoditi pertanian. Hasil sidang Pleno ke-3 Majelis Umum PBB juga telah menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Keanekaragaman Hayati atau ”International Year of Biodiversity”. Penetapan ini disadari agar efisien dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dan tidak merusak lingkungan. Pengembangan komoditi pangan lokal yang telah beradaptasi dengan habitatnya akan efektif dalam mengkonsumsi sumberdaya dan murah dalam pengelolaannya. Untuk itu pemberdayaan sumberdaya pangan lokal sebagai makanan pokok penduduk perlu digalakan, selain tidak membutuhkan biaya yang
besar juga masyarakat setempat mampu mengelola secara mandiri sesuai dinamika daya dukung dan kebutuhannya sendiri. Komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi dapat diperjual belikan ke wilayah lain, sedang untuk yang bernilai ekonomi rendah cukup dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri (self sufficient).
Daya Dukung Lahan
Sebagai negara kepulauan di kawasan vulkanik, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati daratan tertinggi nomor 3 di dunia. Selain itu Indonesia memiliki berbagai tipologi lahan dan laju penyegaran pasokan mineral vulkan maupun marine yang besar sepanjang tahun. Bahkan laju penyegaran deposit mineral di Indonesia yang tinggi dapat dikatakan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable). Pemberdayaan deposit mineral/unsur hara dalam tanah dan tipologi lahan dengan dipadukan pada pemanfaatan sumber daya hayati merupakan perpaduan daya saing spasial Indonesia yang dapat diperjual belikan ke pasar dunia. Keanekaragaman komoditi pangan yang ada dapat dilakukan evaluasi untuk dipilih sebagai komoditi eksotik bernilai ekonomi tinggi dengan nilai tambah kandungan mineral yang baik bagi kesehatan, industri, estetika, cita rasa, dll. Dengan tingginya nilai jual komoditi pertanian ini dapat mengimbangi keterbatasan infrastrukturdan mahalnya biaya transportasi, sehingga dapat mendatangkan kesejahteraan dan devisa bagi Negara.
Evaluasi kesesuaian daya dukung sumberdaya lahan untuk pengembangan komoditi pertanian bernilai ekonomi tinggi penting untuk dilakukan. Selanjutnya lahan dengan potensi tinggi ini dilindungi untuk pengembangan komoditi spesifik tersebut. Sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan dapat dipasok dari wilayah lain yang layak secara ekonomi.
Strategi kebijakan
Pangan merupakan kebutuhan dasar masyarakat untuk dapat disediakan sepanjang waktu dengan jumlah dan kualitas yang baik. Sesuai dengan kondisi Indonesia yang sangat heterogen dan terpencar-pencar, maka upaya penyeragaman penyediaan pangan menjadi masalah yang cukup krusial. Pilihan komoditi yang
memerlukan sumberdaya yang sangat spesifik akan banyak mengahadapi kesulitan, seperti halnya pengembangan padi untuk produksi pangan. Selain membutuhkan air yang relatif besar sepanjang musim produksi (4 bulan) juga ketahanan terhadap cekaman kekeringan rendah dan merupakan tanaman terminal. Adanya gangguan penyediaan air pada saat produksi dapat menggagalkan hasil secara total. Demikian pula sarana irigasi yang disediakan tanpa disediakan bendung akan tidak bermanfaat saat tidak terjadi pasokan hujan. Sementara wilayah kepulauan kecil dengan terbatasnya volume air hujan yang masuk akan sangat sulit untuk mampu menyediakan air untuk mengisi bendung yang ada. Alternatif pengembangan komoditi pangan lokal yang telah ada ataupun pengembangan komoditi pangan yang mampu berproduksi tinggi, nonterminal dan toleran terhadap cekaman air (komoditi lahan kering atau tanaman berakar dalam) merupakan solusi yang mungkin dapat dikembangkan
Pengembangan komoditi bernilai ekonomi tinggi sebagai pangan fungsional untuk kesehatan maupun cita rasa sangat efektif dikembangkan pada wilayah yang memiliki keterbatasan infrastruktur. Sementara pada wilayah yang memiliki jaminan infrastruktur pertanian yang baik dapat dikembangkan untuk produksi pangan untuk kebutuhan sendiri/dalam negeri. (Subowo, G.Balai Penelitian Tanah)
Langganan:
Komentar (Atom)